Disaat jalan-jalan mengelilingi kota bukittinggi kita akan
disuguhkan pemandangan menara jam besar yang terkenal akan sisi keindahan dan
sejarahnya.
Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di
pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam
dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan
bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".
letak dari menara jam besar ini di Kelurahan Benteng Pasar
Atas, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat dan akan
terlihat dari arah Pasar Ateh atau arah timur kota Bukittinggi
Pasti kalian semua bertanya-tanya siapa sih perancang
arsitektur jam gadang ini. Jam Gadang ini di desain/ dirancang arsitekturnya oleh
Yazid Rajo Mangkuto Sutan Gigi Ameh dan selsai dibangun pada tahun 1926.
Biaya pembangunan menara jam penanda kota bukittinggi ini
menelan biaya sekitar 3.000 Gulden. Didedikasikan untuk Sekretaris Fort de Kock
(sekarang kota Bukittinggi),Jam Gadang ini pernah di renovasi pada tahun 2010
Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di
pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam
dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan
bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".
Tinggi 26 meter (85 kaki) dan material dari bangunan khas
ini berupa Kapur, putih telur, pasir putih sangat terlihat kokoh dilihat dari
sudut bangunan ini.
Selain sebagai pusat penanda kota Bukittinggi, Jam Gadang
juga telah dijadikan sebagai objek wisata dengan diperluasnya taman di sekitar
menara jam ini pada tahun 2010 .Taman tersebut menjadi ruang interaksi
masyarakat baik di hari kerja maupun di hari libur. Acara-acara yang sifatnya
umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini.
Struktur
Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian
dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan
tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat
patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.
Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam
Gadang. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui
pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya
dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London,
Inggris. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah
tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu
Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard
Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan
tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan
adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih.
Sejarah
Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah
dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock
(sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Arsitektur
menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, sedangkan peletakan batu
pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih
berusia 6 tahun.
Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000
Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak
dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian
setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan
sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali
perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan
Hindia-Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan
menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah
menjadi bentuk pagoda. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang
diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah
Gadang.
Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada
tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan
pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Renovasi
tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal
22 Desember 2010.
Demikianlah hasil ulasan tentang JAM GADANG (MENARA JAM penanda Kota Bukittinggi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar