Senin, 12 Oktober 2015

JAM GADANG ,MENARA JAM KHAS BUKITTINGGI SUMATERA BARAT





saat berwisata di provinsi sumatera barat atau disekitarnya kurang lengkap jika tidak berwisata tepatnya di Kota bukittinggi.Yap, kota bukittinggi sudah dikenal masyarakat karena tempat kelahiran pahlawan berjasa kita Mohammad Hatta
Disaat jalan-jalan mengelilingi kota bukittinggi kita akan disuguhkan pemandangan menara jam besar yang terkenal akan sisi keindahan dan sejarahnya.
Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".
letak dari menara jam besar ini di Kelurahan Benteng Pasar Atas, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat dan akan terlihat dari arah Pasar Ateh atau arah timur kota Bukittinggi
Pasti kalian semua bertanya-tanya siapa sih perancang arsitektur jam gadang ini. Jam Gadang ini di desain/ dirancang arsitekturnya oleh Yazid Rajo Mangkuto Sutan Gigi Ameh dan selsai dibangun pada tahun 1926.
Biaya pembangunan menara jam penanda kota bukittinggi ini menelan biaya sekitar 3.000 Gulden. Didedikasikan untuk Sekretaris Fort de Kock (sekarang kota Bukittinggi),Jam Gadang ini pernah di renovasi pada tahun 2010
Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".
Tinggi 26 meter (85 kaki) dan material dari bangunan khas ini berupa Kapur, putih telur, pasir putih sangat terlihat kokoh dilihat dari sudut bangunan ini.
Selain sebagai pusat penanda kota Bukittinggi, Jam Gadang juga telah dijadikan sebagai objek wisata dengan diperluasnya taman di sekitar menara jam ini pada tahun 2010 .Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik di hari kerja maupun di hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini.

Struktur
Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.
Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih.
Sejarah
Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk pagoda. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.
Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010.
Demikianlah hasil ulasan tentang JAM GADANG (MENARA JAM penanda Kota Bukittinggi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar