ASSALAMUALAIKUM WR WB
siapa yang pernah berwisata di Bali??? tapi ada yang
sebagian belum pernah,semoga tahun selajutnya bisa berwisata di kota yang penuh
dengan pelancong asing.
tapi saya mau tanya yang pernah berkunjung di Bali, apakah
kalian pernah melihat prosesi upacara sakral Ngaben. pasti kalian sangat
beruntung jika dapat melihat prosesi kematian tersebut.Karena apa kita tidak
tahu kapan sesorang menghadap ke Tuhan Yang Maha Esa.
NGABEN merupakan salah satu upacara kematian agama hindu di
bali yang terkenal ke-sakralan.
Upacara Ngaben yang tergolong upacara Pitra Yadnya (upacara
yang ditunjukkan kepada Leluhur). Ngaben secara etimologis berasal dari kata
api yang mendapat awalan nga, dan akhiran an, sehingga menjadi ngapian, yang
disandikan menjadi ngapen yang lama kelamaan terjadi pergeseran kata menjadi
ngaben. Upacara Ngaben selalu melibatkan api, api yang digunakan ada 2, yaitu
berupa api konkret (api sebenarnya) dan api abstrak (api yang berasal dari Puja
Mantra Pendeta yang memimpin upacara). Versi lain mengatakan bahwa ngaben
berasal dari kata beya yang artinya bekal, sehingga ngaben juga berarti upacara
memberi bekal kepada Leluhur untuk perjalannya ke Sunia Loka
Bentuk-bentuk Upacara Ngaben
Ngaben Sawa Wedana
Sawa Wedana adalah upacara ngaben dengan melibatkan jenazah
yang masih utuh (tanpa dikubur terlebih dahulu) . Biasanya upacara ini
dilaksanakan dalam kurun waktu 3-7 hari terhitung dari hari meninggalnya orang
tersebut. Pengecualian biasa terjadi pada upacara dengan skala Utama, yang
persiapannya bisa berlangsung hingga sebulan. Sementara pihak keluarga
mempersiapkan segala sesuatu untuk upacara maka jenazah akan diletakkan di
balai adat yang ada di masing-masing rumah dengan pemberian ramuan tertentu
untuk memperlambat pembusukan jenazah. Dewasa ini pemberian ramuan sering
digantikan dengan penggunaan formalin. Selama jenazah masih ditaruh di balai
adat, pihak keluarga masih memperlakukan jenazahnya seperti selayaknya masih
hidup, seperti membawakan kopi, memberi makan disamping jenazah, membawakan
handuk dan pakaian, dll sebab sebelum diadakan upacara yang disebut Papegatan
maka yang bersangkutan dianggap hanya tidur dan masih berada dilingkungan
keluarganya.
Ngaben Asti Wedana
Asti Wedana adalah upacara ngaben yang melibatkan kerangka
jenazah yang telah pernah dikubur. Upacara ini disertai dengan upacara ngagah,
yaitu upacara menggali kembali kuburan dari orang yang bersangkutan untuk
kemudian mengupacarai tulang belulang yang tersisa. Hal ini dilakukan sesuai
tradisi dan aturan desa setempat, misalnya ada upacara tertentu dimana
masyarakat desa tidak diperkenankan melaksanakan upacara kematian dan upacara
pernikahan maka jenazah akan dikuburkan di kuburan setempat yang disebut dengan
upacara Makingsan ring Pertiwi ( Menitipkan di Ibu Pertiwi).
Swasta
Swasta adalah upacara ngaben tanpa memperlibatkan jenazah
maupun kerangka mayat, hal ini biasanya dilakukan karena beberapa hal, seperti
: meninggal di luar negeri atau tempat jauh, jenazah tidak ditemukan, dll. Pada
upacara ini jenazah biasanya disimbolkan dengan kayu cendana (pengawak) yang
dilukis dan diisi aksara magis sebagai badan kasar dari atma orang yang
bersangkutan.
Ngelungah
Ngelungah adalah upacara untuk anak yang belum tanggal gigi.
Warak Kruron
Warak Kruron adalah upacara untuk bayi yang keguguran.
Tujuan Upacara Ngaben
Upacara ngaben secara konsepsional memiliki makna dan tujuan
sebagai berikut :
1. Dengan membakar jenazah maupun simbolisnya kemudian
menghanyutkan abu ke sungai, atau laut memiliki makna untuk melepaskan Sang
Atma (roh) dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan
Tuhan (Mokshatam Atmanam)
2. Membakar jenazah juga merupakan suatu rangkaian upacara
untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta (5 unsur pembangun badan
kasar manusia) kepada asalnya masing-masing agar tidak menghalangi perjalan
Atma ke Sunia Loka Bagian Panca Maha Bhuta yaitu : a. Pertiwi : unsur padat
yang membentuk tulang, daging, kuku, dll b. Apah: unsur cair yang membentuk
darah, air liur, air mata, dll c. Bayu : unsur udara yang membentuk nafas. d.
Teja : unsur panas yang membentuk suhu tubuh. e. Akasa : unsur ether yang
membentuk rongga dalam tubuh.
3. Bagi pihak keluarga, upacara ini merupakan simbolisasi
bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang bersangkutan.
Rangkaian Upacara Ngaben
Acara Deskripsi
Ngulapin = Upacara
untuk memanggil Sang Atma. Upacara ini juga dilaksanakan apabila yang
bersangkutan meninggal di luar rumah yang bersangkutan (misalnya di Rumah
Sakit, dll). Upacara ini dapat berbeda-beda tergantung tata cara dan tradisi
setempat, ada yang melaksanakan di perempatan jalan, pertigaan jalan, dan
kuburan setempat.
Nyiramin/Ngemandusin = Upacara
memandikan dan membersihkan jenazah yang biasa dilakukan di halaman rumah
keluarga yang bersangkutan (natah). Prosesi ini juga disertai dengan pemberian
simbol-simbol seperti bunga melati di rongga hidung, belahan kaca di atas mata,
daun intaran di alis, dan perlengkapan lainnya dengan tujuan mengembalikan
kembali fungsi-fungsi dari bagian tubuh yang tidak digunakan ke asalnya, serta
apabila roh mendiang mengalami reinkarnasi kembali agar dianugrahi badan yang
lengkap (tidak cacat).
Ngajum Kajang Kajang
adalah selembar kertas putih yang ditulisi dengan aksara-aksara magis oleh
pemangku, pendeta atau tetua adat setempat. Setelah selesai ditulis maka para
kerabat dan keturunan dari yang bersangkutan akan melaksanakan upacara ngajum
kajang dengan cara menekan kajang itu sebanyak 3x, sebagai simbol kemantapan
hati para kerabat melepas kepergian mendiang dan menyatukan hati para kerabat
sehingga mendiang dapat dengan cepat melakukan perjalanannya ke alam
selanjutnya.
Ngelungah
Ngelungah adalah upacara untuk anak yang belum tanggal gigi.
Warak Kruron
Warak Kruron adalah upacara untuk bayi yang keguguran.
Tujuan Upacara Ngaben
Upacara ngaben secara konsepsional memiliki makna dan tujuan
sebagai berikut :
1. Dengan membakar jenazah maupun simbolisnya kemudian
menghanyutkan abu ke sungai, atau laut memiliki makna untuk melepaskan Sang
Atma (roh) dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan
Tuhan (Mokshatam Atmanam)
2. Membakar jenazah juga merupakan suatu rangkaian upacara
untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta (5 unsur pembangun badan
kasar manusia) kepada asalnya masing-masing agar tidak menghalangi perjalan
Atma ke Sunia Loka Bagian Panca Maha Bhuta yaitu : a. Pertiwi : unsur padat
yang membentuk tulang, daging, kuku, dll b. Apah: unsur cair yang membentuk
darah, air liur, air mata, dll c. Bayu : unsur udara yang membentuk nafas. d.
Teja : unsur panas yang membentuk suhu tubuh. e. Akasa : unsur ether yang
membentuk rongga dalam tubuh.
3. Bagi pihak keluarga, upacara ini merupakan simbolisasi
bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang bersangkutan.
Rangkaian Upacara Ngaben
Acara
|
Deskripsi
|
Ngulapin
|
Upacara
untuk memanggil Sang Atma. Upacara ini juga dilaksanakan apabila yang
bersangkutan meninggal di luar rumah yang bersangkutan (misalnya di Rumah
Sakit, dll). Upacara ini dapat berbeda-beda tergantung tata cara dan tradisi
setempat, ada yang melaksanakan di perempatan jalan, pertigaan jalan, dan
kuburan setempat.
|
Nyiramin/Ngemandusin
|
Upacara
memandikan dan membersihkan jenazah yang biasa dilakukan di halaman rumah
keluarga yang bersangkutan (natah). Prosesi ini juga disertai dengan
pemberian simbol-simbol seperti bunga melati di rongga hidung, belahan kaca
di atas mata, daun intaran di alis, dan perlengkapan lainnya dengan tujuan
mengembalikan kembali fungsi-fungsi dari bagian tubuh yang tidak digunakan ke
asalnya, serta apabila roh mendiang mengalami reinkarnasi kembali agar
dianugrahi badan yang lengkap (tidak cacat).
|
Ngajum
Kajang
|
Kajang
adalah selembar kertas putih yang ditulisi dengan aksara-aksara magis oleh
pemangku, pendeta atau tetua adat setempat. Setelah selesai ditulis maka para
kerabat dan keturunan dari yang bersangkutan akan melaksanakan upacara ngajum
kajang dengan cara menekan kajang itu sebanyak 3x, sebagai simbol kemantapan
hati para kerabat melepas kepergian mendiang dan menyatukan hati para kerabat
sehingga mendiang dapat dengan cepat melakukan perjalanannya ke alam
selanjutnya.
Gambar
Kajang Pande
|
Ngaskara
|
Ngaskara
bermakna penyucian roh mendiang. Penyucian ini dilakukan dengan tujuan agar
roh yang bersangkutan dapat bersatu dengan Tuhan dan bisa menjadi pembimbing
kerabatnya yang masih hidup di dunia.
|
Mameras
|
Mameras
berasal dari kata peras yang artinya berhasil, sukses, atau selesai. Upacara
ini dilaksanakan apabila mendiang sudah memiliki cucu, karena menurut
keyakinan cucu tersebutlah yang akan menuntun jalannya mendiang melalui doa
dan karma baik yang mereka lakukan.
|
Papegatan
|
Papegatan
berasal dari kata pegat, yang artinya putus, makna upacara ini adalah untuk
memutuskan hubungan duniawi dan cinta dari kerabat mendiang, sebab kedua hal
tersebut akan menghalangi perjalan sang roh menuju Tuhan. Dengan upacara ini
pihak keluarga berarti telah secara ikhlas melepas kepergian mendiang ke
tempat yang lebih baik. Sarana dari upacara ini adalah sesaji (banten) yang
disusun pada sebuah lesung batu dan diatasnya diisi dua cabang pohon dadap
yang dibentuk seperti gawang dan dibentangkan benang putih pada kedua cabang
pohon tersebut. Nantinya benang ini akan diterebos oleh kerabat dan pengusung
jenazah sebelum keluar rumah hingga putus.
|
Pakiriman
Ngutang
|
Setelah
upacara papegatan maka akan dilanjutkan dengan pakiriminan ke kuburan
setempat, jenazah beserta kajangnya kemudian dinaikan ke atas Bade/Wadah,
yaitu menara pengusung jenazah (hal ini tidak mutlak harus ada, dapat diganti
dengan keranda biasa yang disebut Pepaga). Dari rumah yang bersangkutan
anggota masyarakat akan mengusung semua perlengkapan upacara beserta jenazah
diiringi oleh suara Baleganjur (gong khas Bali) yang bertalu-talu dan
bersemangat, atau suara angklung yang terkesan sedih. Di perjalan menuju
kuburan jenazah ini akan diarak berputar 3x berlawanan arah jarum jam yang
bermakna sebagai simbol mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke tempatnya
masing-masing. Selain itu perputaran ini juga bermakna:
Berputar 3x di depan rumah mendiang sebagai simbol
perpisahan dengan sanak keluarga. Berputar 3x di perempatan dan pertigaan
desa sebagai simbol perpisahan dengan lingkungan masyarakat.
Berputar
3x di muka kuburan sebagai simbol perpisahan dengan dunia ini.
Sarana
Pengusungan Jenazah
|
Ngeseng
|
Ngeseng
adalah upacara pembakaran jenazah tersebut, jenazah dibaringkan di tempat
yang telah disediakan , disertai sesaji dan banten dengan makna filosofis
sendiri, kemudian diperciki oleh pendeta yang memimpin upacara dengan Tirta
Pangentas yang bertindak sebagai api abstrak diiringi dengan Puja Mantra dari
pendeta, setelah selesai kemudian barulah jenazah dibakar hingga hangus,
tulang-tulang hasil pembakaran kemudian digilas dan dirangkai lagi dalam buah
kelapa gading yang telah dikeluarkan airnya.
|
Nganyud
|
Nganyud
bermakna sebagai ritual untuk menghanyutkan segala kekotoran yang masih
tertinggal dalam roh mendiang dengan simbolisasi berupa menghanyutkan abu
jenazah. Upacara ini biasanya dilaksakan di laut, atau sungai.
|
Makelud
|
Makelud
biasanya dilaksanakan 12 hari setelah upacara pembakaran jenazah. Makna
upacara makelud ini adalah membersihkan dan menyucikan kembali lingkungan
keluarga akibat kesedihan yang melanda keluarga yang ditinggalkan. Filosofis
12 hari kesedihan ini diambil dari Wiracarita Mahabharata, saat Sang Pandawa
mengalami masa hukuman 12 tahun di tengah hutan.
|
Demikian yang dapat saya sampaikan Sob, tentang Upacara Kematian Ngaben di bali.
WASSALAMUALAIKUM WR WB